Pendahuluan
Ekonomi Islam
atau ekonomi syariah telah menjadi terma yang popular di dunia dewasa ini, baik
di kalangan ekonom, akedemisi, industri keuangan dan perbankan dunia hingga
masyarakat umum. Kepopuleran ekonomi syariah di dunia tidaklah muncul tanpa
sebab begitu saja, ada latar belakang yang mendasarinya. Faktor utama
kemunculan ekonomi syariah dipicu oleh kegagalan sistem ekonomi dunia saat ini
(kapitalis dan sosialis) yang tak mampu menangkal dan menyelesaikan krisis
ekonomi global, bahkan tak sedikit para ekonom berpendapat sistem ekonomi
kapitalis dan sosialis inilah yang menjadi sumber krisis. Guncangan krisis ekonomi
global tak hanya menimpa negara-negara dengan perekonomian lemah -seperti
Indonesia ketika krisis tahun 1998- tapi juga mendera negara-negara dengan
tingkat perekonomian yang kuat semisal Amerika Serikat. Krisis global telah
memukul negara super power itu sejak 2008 silam hingga puncaknya adalah ketika
Lehman Brother’s Group -salah satu korporat terbesar di Amerika dan
dunia- dinyatakan bankrupt
[2],
dan beberapa waktu lalu (pertengahan oktober 2013) dengan adanya kebijakan shutdown
pemerintahan Amerika guna mencari solusi dari default atas utang negara
yang telah mencapai stadium empat.
Ekonomi Syariah
sebagai Solusi
Krisis ekonomi
global tersebut telah membuka mata ekonom muslim untuk mencari sistem ekonomi
yang mampu membawa kesejahteraan dan keadilan, para ekonom muslim dan ulama
mulai mengkaji kitab-kitab fikih klasik terkait muamalah Islam. Tidak hanya
para ekonom muslim, para ekonom non muslim pun menyadari bahwa riwayat sistem
ekonomi kapitalis dan sosialis saat ini sedikit demi sedkikit akan segara game
over. Sistem ekonomi tersebut telah membawa manusia pada sifat konsumtif,
sifat rakus dan penuh ketamakan (greedy) tanpa mempedulikan orang lain
dan tanpa memperhatikan nilai-nilai social serta kemanusiaan. Sistem ekonomi tersebut
jauh dari transaksi riil dan penuh dengan spekulasi yang jauh dari nilai-nilai
etika dan keadilan, terlebih pada transaksi derivatif yang mayoritas hanyalah
transaksi semu atau non riil tanpa adanya underlying asset serta syarat
akan gambling. Sistem ekonomi saat ini juga telah menciptakan
kesenjangan sosial antara kaum pemodal dengan pekerja, orang atau pun lembaga
dengan modal besar akan semakin kaya dan modalnya bertambah berkali lipat tanpa
perlu melakukan usaha, sedangkan pekerja harus bekerja keras memenuhi target
pemodal tanpa ada yang namanya berbagi kerugian, dimana praktek seperti ini
mengandung unsur riba yang dilarang oleh seluruh agama.
Dari sini para
ekonom muslim dan ulama mengkaji, menganalisa dan meneliti secara intensif
literatur kitab fikih muamalah dan buku ulama terdahulu yang menjelaskan
bagaimana Islam mengatur ekonomi umat dan negara. Sampai sekarang tak terhitung
jumlah riset, karya ilmiah, jurnal dan buku yang membahas ekonomi Islam yang
diterbitkan, begitu juga konferensi internasional ekonomi syariah yang telah
diselenggarakan. Dan seakan tak mau
kalah, para ekonom non muslim pun ikut mencari sistem ekonomi yang beretika dan
berkeadilan sebagai solusi dari krisis ekonomi global, hingga salah satu ekonom
terkenal asal Prancis, Jack Ostri mengatakan dan mengakui bahwa sistem ekonomi
yang memiliki nilai etika dan keadilan ada pada sistem ekonomi Islam/syariah, Ia
pun meramalkan bahwa ekonomi syariah akan memimpin dan mendominasi system
perekonomian dunia
[3].
Dan ramalannya perlahan telah terbukti dengan menjamurnya institusi perbankan
dan keuangan diberbagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim dan Negara
dengan mayoritas penduduknya non muslim
[4].
Standard & Poor’s (S&P) dan Kuwait Finance
House Research
(KFHR) mencatat bahwa
pertumbuhan assets industri keuangan dan perbankan syariah di dunia
mencapai 14,1% persen pertahun, dari 150 milyar dollar Amerika pada tahun 1990
hingga 1 triliun dollar Amerika pada tahun 2009[5].
Gambar no.2
Gambar no. 1
Mengapa Harus
Memilih Ekonomi Syariah?
Banyak yang
bertanya mengapa harus memilih ekonomi syariah? Apa keuntungannya? Jawabannya
tentu akan berbeda-beda bagi setiap individu, namun secara garis besar –menurut
penulis- ada dua hal fundamental yang menjadi alasan utama seseorang memilih
ekonomi syariah dalam transaksi ekonominya.
Pertama, dari segi
akidah atau ketaatan agama, menjalani perintah agama untuk menjauhi transaksi ekonomi
berbasis dan mengandung unsur maysir (perjudian), gharar
(penipuan), riba, qimar (spekulasi)
[6]
ihtikar (monopoli) dan iktinaz (penimbunan) yang dilarang oleh
agama Islam maupun agama lainnya. Alasan pertama ini bisa menjadi keuntungan
atau sarana investasi seseorang di akhirat kelak.
Kedua, dari
segi profit atau keuntungan immaterial dan material. Tak dapat
dipungkiri, ekonomi syariah banyak memiliki keuntungan bagi setiap orang, di
antaranya adalah keuntungan immaterial yaitu rasa aman dan nyaman karena
muamalah ekonomi syariah menggunakan konsep trust atau amanah dan kerja
sama dengan saling menanggung untung dan rugi (keadilan) serta konsep ta’awun
(tolong menolong yang semua ini selaras dengan konsep ekonomi yang tercantum
pada Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Kemudian dari sisi keuntungan material,
bermuamalah dengan ekonomi syariah dapat dipastikan akan menambahkan keuntungan
materi. Dalam sejarah tercatat Rasulullah SAW mampu menjadi business man
besar tanpa harus melakukan praktik penipuan, monopoli, perjudian, penipuan dan
praktik riba. Dengan modal kejujuran, amanah dan sikap adil Nabi SAW berhasil
menjadi pengusaha muda yang kaya raya. Di samping itu, tak sedikit para sahabat
Rasulullah SAW menjadi saudagar-saudagar kaya yang ekspansi usahanya mencapai
ekspor dan impor antar negara bahkan benua (antara Arab dan China).
Ekonomi Syariah
Menguntungkan Berbagai Aspek Kehidupan
Keuntungan yang
didapat jika kita memilih ekonomi syariah sebagai landasan muamalah dan
transaksi ekonomi kita bukanlah hal yang tak memiliki landasan ilmiah, data dan
fakta. Ekonomi syariah merupakan aktifitas perekonomian pada tataran makro dan
mikro yang berlandaskan nilai-nilai universal syariah Islam. Komponen ekonomi
syariah tidaklah terbatas pada keuangan dan perbankan syariah yang selama ini
dikira kebanyakan orang. Ada lima (5) komponen pembentuk ekonomi syariah
[7]:
1.
Lembaga
Keuangan Syariah (Perbankan, koperasi & BMT)
2.
Asuransi
Syariah
3.
Sistem
Zakat
4.
Sistem
Wakaf
5.
Pasar
Modal dan Pasar Uang Syariah
Dari kelimakomponen inilah terbentuk yang namanya ekonomi syariah.
Mencermati kelimakomponen di atas, berbagai permasalahan ekonomi dan sosial
dunia dapat teratasijika kelima komponen ini dioptimalkan dan dikelola dengan
baik dan benar.Permasalahan kemiskinan dan pengangguran serta permasalahan
krisis ekonomiglobal dapat teratasi. Dengan menggunakan komponen
pertama yaitu
lembagakeuangan Syariah, angka pengangguran dapat diminimalisir serta
menggenjot laju pertumbuhan ekonomi rakyat. Mengapa? Karenatransaksi pada
lembaga keuangan syariah adalah transaksi riil yang menyentuhkebutuhan seluruh
lapisan masyarakat. Pembiayaan produktif maupun konsumtif yang diberikan bank,
koperasi dan BMT kepada nasabah-nasabahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,
membuka lapangan pekerjaan baru atau memperluas lapangan pekerjaan, sehingga
pengangguran dapat berkurang. Tidak seperti perbankan konvensional yang lebih
banyak menyalurkan uang dan dananya ke pasar modal dan pasar uang. Selanjutnya
dengan menggunakan dan mengoptimalkan komponen
kedua yaituasuransi/takaful
syariah, problematika sosial dapat teratasi.Peristiwa-peristiwa yang menimpa individu
dapat ditalangi dengan dana asuransiyang berasaskantabarru’ (tolong
menolong). Dengan asuransi kesehatansyariah, masyarakat tidak harus mengutang
dan kesulitan ketika tertimpa sakit,begitu juga dengan jenis asuransi syariah
lainnya.
Selanjutnya dengan mengoptimalkan komponen
ketiga yaitu
system zakat, permasalahan kemiskinan yang menjadi momok setiap negara dapat
diminimalisir. Dana zakat yang dikelola dan disalurkan dengan baik, benar dan
tepat mampu mensejahterakan masyarakat kurang mampu. Untuk Negara Indonesia
saja, potensi dana zakat per tahunnya mencapai Rp. 200 triliun
[8].
Jika terkumpul dana sebesar Rp.200 triliun ini, maka tidak hanya rakyat
Indonesia yang merasakan keuntungannya, Negara sebagai pemegang kebijakan
moneter juga diuntungkan. Karena adanya perputaran dana dari orang-orang kaya
kepada orang miskin, Negara tidak perlu repot-repot atau sering melakukan
kebijakkan moneter dengan menaikkan suku bunga atau mengeluarkan sukuk atau
obligasi Negara. Dengan berkurangnya jumlah rakyat miskin, maka secara tidak
langsung turut membantu menaikkan angka pertumbuhan ekonomi Negara.
Kemudian untuk
komponen
keempat yaitu system wakaf, dengan mengoptimalkan harta
wakaf, maka permasalahan sosio-ekonomi masyarakat dapat teratasi. Wakaf di negara-negara
timur tengah dan Turki sangat produktif, manfaat wakaf Al-Azhar yang ada di
Mesir dapat dirasakan tidak hanya rakyat Mesir, warga asing termasuk penulis
yang sedang studi di Al-Azhar juga merasakan keuntungannya. Puluhan ribu warga
asing yang studi di Azhar tidak perlu mengeluarkan biaya kuliah, bahkan mendapat
bea siswa dari pihak Azhar. Selain itu, harta wakaf di Turki senilai dengan USD300
juta
[9].
Indonesia sudah seharusnya meniru system dan tata kelola harta wakaf seperti di
timur tengah dan di Turki. Selanjutnya komponen
kelima yaitu
pasar modal dan uang syariah, dengan komponen ini dapat membantu negara dan
lembaga keuangan syariah yang memiliki likuiditas serta mampu menangkal atau
meminimalisir dampak krisis ekonomi global. Karena transaksi pada pasar modal
dan uang syariah harus memiliki underlying assets yang jelas dan riil,
jauh dari unsur gambling (perjuadian/taruhan) dan riba dimana unsur
inilah penyebab krisis ekonomi suatu Negara.
Penutup dan Kesimpulan
Ekonomi syariah
mampu menjadi primadona sistem ekonomi dunia, karena selain diterima oleh
kalangan muslim, kalangan non muslim pun cukup antusias dalam mengkaji dan
mengimplementasikan ekonomi syariah. Ekonomi syariah merupakan pilihan
menguntungkan dunia dan akhirat, karena mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Negara, mengatasi permasalahan krisis dan sosio-ekonomi global serta menjadi
ladang investasi pahala di akhirat. Meskipun begitu, tetap dibutuhkan
sosialisasi massif mengenai keuntungan ekonomi syariah ke berbagai
lapisan masyarakat dan kerja keras oleh para praktisi dan akademisi dalam
mengembangkan ekonomi syariah. Wallahu a’lam.
[1] Penulis adalah mahasiswa tingkat 3 jurusan
Syariah dan Hukum, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Penulis merupakan pegiat
kajian ekonomi Islam di Pusat Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS) ICMI Mesir.
[2] Dalam beberapa media cetak dan elektronik disebutkan
bahwa kebangkrutan korporat tersebut mencapai 600 miliar dollar, angka yang sangat
fantastis dan dapat menutup seluruh hutang Negara Republik Indonesia sebesar
260 miliar dollar (data bulan juni 2013).
[3] Mahmud al-Khalidi, Mafhum Iqtishad fil
Islam, 1988, hal 28-29.
[4] Lihat gambar data no.1
[5] Lihat gambar data no.2
[6] Penulis sering melihat adanya kekeliruan
penerjemahangharar dengan arti spekulasi,padahal dalam bahasa
arab gharar memiliki arti penipuan,
sedangkanspekulasi/penaksiran dalam bahasa arabnya adalah takhmnin yang
bermaknaqimar atau muqamarah.Keduanya memiliki sedikit
perbedaan dalam makna.
[7] Catatan penulis pada seminar dengan tema
“pasar modal dan uang syariah” di Shaleh Kamel Center for Islamic Economics,
Universitas Azhar, Kairo, Mesir.
[8] http://www.okezone.com/read/2013/07/21/337/840136
[9] Murat
Çizakça, “Awqaf And Its
Implications For Modern Islamic Economies”, dalam jurnal Islamic Economic
Studies, (Vol. 6, No. 1, November 1998), hal. 68.